Minggu, 06 Oktober 2013

KUYUP


malam ini kau kabarkan tentang hujan
membanjiri kelam. di luar jendela
adakah kau di sana, kuyup oleh rasa
dalam menyimak kesendirianmu

: di sini panas, bisikku menanggalkan
seluruh udara dari tubuhku

kipas angin di dalam ruangan
hanya membisikkan dengungan
tentang kabarmu yang samar
di antara jarak waktu tak menentu

:hujan semakin menderas! Ujarmu

di sini aku tersekap dalam udara pengap
aku menggeliat merentangkan tubuh
dari seluruh percakapan yang tersisa
di mana kita saling menunggu
untuk saling menjamahkan setiap
napas kerinduan yang selalu saja terabaikan

: berikan aku kepercayaan, kataku
aku tak tahu, apakah kau mendengarnya
hanya bayangmu menerawang
di pelupuk mataku, ketika kau mengisahkan
sebuah jalan panjang tempat kita bertemu

dan aku berharap tanda itu
tak akan pernah hilang
meksipun kau dan aku belum menyatu


Dps06102013 – ilustrasi : google

Jumat, 04 Oktober 2013

HIDANGAN



perempuan itu menyelinap ke dalam akunku
bercadar dan penuh rahasia, apakah ia dari masa laluku?

aku mencoba menyibaknya. sesaat ia mengelak
: "beri aku waktu!" katanya
seraya memberi isyarat
: "di pematang malam!'

malam bertandang, tak ada isyarat dan tanda
sesekali perempuan itu menyelinap di berandaku
dengan sikapnya yang tak perduli
aku pun mengejarnya dengan selemparan kata : "mana?"

perempuan itu menyibak cadarnya
di atas sumpah
: "jangan kau cabik!" katanya
aku melihatnya di sebuah meja makan
dengan menu piring porselin terbuka

apakah ia akan menyantap malam?
kami pun menyantap perjanjian rahasia
dengan percakapan sederhana
dari seberang impian masing-masing
untuk saling percaya


Dps04102013- ilustrasi : google

Kamis, 03 Oktober 2013

Kesangsian



sangsi yang kau tuai ketika melihatku
cermin kita bersama untuk saling berbagi
dan hanya kau yang dapat memahami

di mana sebuah ruang imaji
menciptakan makna bahasa
dari keberadaan kita

bukan atas nama kesucian
yang dibalut kemunafikan
tapi kebersamaan yang kita
bisikan bersama

keteguhan di hatiku
telah melampaui batas karang
dan syair yang kuhembuskan
bukan sekedar menyaput kegelisahan

tetapi mengamini kezoliman
pada orang-orang nista
untuk tidak dinistakan



 Denpasar04102013

Cermin Retak



sebuah cermin yang buram
tapi mengapa bayangan kita
selalu berada di sana
mengapa seluruh impian
menjadi hitam putih?

tak adakah impian
yang penuh warna
dan suka cita?

penuh dengan pelangi
di mana anak-anak kita
menatap dengan penuh pesona
setelah gerimis reda?

ah, cermin yang retak
hanya membuatku mendesah
dalam kepedihan....


Denpasar04102013

Kenangan




di padang ilalang itulah
aku pernah melangkah
berlari dengan tangan terbuka...

aku ingin meraih dan menghamburkan diriku
ke dalam pelukan seluruh harapan
agar aku nyaman..

meskipun kau tinggal
di bentangan langit
dan lipatan awan...

meksipun kelak tinggal kenangan
yang tersisa dan kumiliki...


Denpasar04102013

TELAPAK KENANGAN


aku mencoba kembali menyapa masa lalu
dari in box akun yang lemot dan sesekali eror
adakah yang dapat kuingat di situ
 masihkah nama-nama itu tersimpan
bersama alamat-alamat mereka

tetapi selalu saja ada yang hilang
dan tak tersapa olehku
tetapi selalu saja ada yang muncul
dan menyapaku hanya untuk mengingat
sebuah peta di mana seluruh kenangan itu
masih tersimpan dalam bayangan

sesekali pula aku tersesat
pada orang-orang tak kukenal
menyapaku dengan kehangatan
jika aku adalah bagian
dari masa lalu mereka yang hilang

mereka pun mengatakan masa lalu itu
ada pada diriku yang telah kutinggalkan
hingga mereka kehilangan masa lalunya
maka mereka pun memintaku kembali
: kapan kau datang?

aku pun hanya dapat termangu
di balik pintu kenangan yang mulai menutup
di sana tinggal hanya bayanganku
memandangku melangkah menjauh
dari apa yang pernah kumiliki

: kelak, hanya kenangan yang kau miliki!
bisik bayangan itu di antara
suara-suara telapak angin dan langkahku
di mana aku hanya dapat mendengar
hembusan-hembusan suaraku sendiri
sebagai jejak yang tak terhapuskan


Dps03102013 – ilustrasi : google

BIJI-BIJI IMPIAN YANG HILANG


Untuk sahabatku Iverdixon Tinungki
simpatiku pada pulau Bangka



 
aku mendengar suara-suara burung camar
memekik-mekik di atas buih-buih ombak
mengabarkan tentang pulau-pulau yang hilang
tempat mereka menyarangkan impian

aku mendengar suara anak-anak pulau
tak lagi bernyanyi di padang-padang terbuka
hingga suara mereka memantulkan doa-doa
dan mantera yang diajarkan moyang mereka

tak lagi kudengar suara-suara burung camar
tak lagi kudengar suara anak-anak pulau
aku hanya mendengar suara mesin yang galau
di mana aku dan anak-anakku menjadi budak
impian dari sebuah peradaban

di sana, di pulau yang tak lagi hijau tapi hitam
oleh minyak-minyak pelumas, kami tak dapat lagi
melahirkan biji-biji impian, tapi biji-biji besi
menjadi lebih legam dari kelamnya malam
sebab kami tak lagi diajarkan mencintai alam

di sana, di pulau yang hitam, setelah
biji-biji besi tak lagi dapat ditambang
tinggal hanya sebuah pulau hantu
yang mengambang di atas permukaan lautan
atau perlahan-lahan tenggelam ke dasar samudra
dan hanya menyisakan pulau impian yang hilang
dari sebuah tradisi panjang anak zaman



Denpasar 02102013- ilustrasi : google