Rabu, 12 Oktober 2016

MENYIMPAN BADIK DALAM PERAHU

---catatan untuk Frans Nadjira


di manakah badik yang dulu kau simpan
setelah terdampar di pulau para dewa
aku melihat pelayaran sunyi di matamu
di antara bait-bait puisi yang kau tulis dan bacakan

kini aku melihatmu di atas singgasana waktu
pada setiap helai rambut yang memutih
di mana istri dan anak-anakmu mengurapinya
penuh ketabahan dan kesetiaan menunggu

ada saatnya memang menghunus badik
mendayung sampan di atas buih-buih ombak
ada saatnya menyarungkan harapan
ada saatnya tak lagi menggarami waktu

kini tinggal zikir untuk melantunkan doa
sebagai pelengkap seluruh perjalanan
di atas sajadah kehidupan yang membentang
sebagai rahmat yang penuh kelimpahan

setajam-tajamnya badik, lebih tajam sebuah doa
untuk menggoreskan keyakinan
seganas-ganasnya gelombang pasang
akhirnya akan terurai di pantai tujuan

Denpasar 05 09 2016 - ilustrasi from google

ORANG KASIM


tak perlu lagi kusalin seluruh malam
menyiangi rambut dengan gelungan

ada saatnya tubuh harus dilepaskan
membiarkan tangan menjarah setiap lekuk
dan kaki melepaskan nomor-nomor sepatu
tanpa perlu menghitung setiap jejak
sebagai awal atau akhir perjalanan

tak perlu kututup sudut mata lelaki itu
dengan memupur wajahku
dan mewarnai bibir dengan lipstik

aku tak akan pernah merasa tergadaikan
bila melemparnya
keluar dari lapisan-lapisan mimpiku
untuk menyelaput setiap rayuan
menjadi sebuah kepompong

aku tak pernah bersayap dan terbang
di antara desahan-desahan panjang

maka kubiarkan saja kejantanannya
menjadi lebih betina sebelum
kasip untuk disapa di luar harkatnya

kelak lelaki itu akan menemukan dirinya
sebagai orang kasim

Denpasar 23 09 2016

PENYULANG


ada sisa pantai di bibirku, berpasir
mengisahkan ombak dan buih-buihnya
juga garis cakrawala yang jauh
tempat melarungkan seluruh desah napasku
di antara gelombang pasang dan surut
kita selalu bertaut dan berpagut
meski waktu sudah lewat dan larut


ada sisa langit pada bola mataku, berpendar
di antara awan, gerimis dan pelangi
di bawah payung berwarna senja
kita bercermin pada setiap genangan
untuk kita lompati bersama dengan canda dan tawa
duduk di sebuah cafe, menyulang
seluruh desah napas perjalanan
tanpa perduli akan sampai atau tidak pada tujuan

di antara laut dan langit yang terbuka
di antara kebebasan dan harapan
pada jarak dan waktu yang terbentang
bayang-bayang semakin memanjang
menyetubuhi seluruh kenangan
tak perduli jika kekosongan demi kekosongan
menggoda penuh rayuan memabukkan
aku akan selalu mengisi dan menyulangnya
sampai pada tetes terakhir
menjelma serupa embun


Denpasar 03 10 2016 - ilustrasi from google

TERSISA


sudah kusimak seluruh kelam
malam apa lagi yang ingin kau pejamkan
bukan lelaki yang pejantan
bukan perempuan yang betina
ketika waktu sampai di ujung rambut


sudah saatnya memang melepas
semua lengan dari setiap genggaman
pada setiap langkah untuk diayunkan
dari ujung sepatu hingga tumit
tanpa menyisakan sebuah tapak
jika semua sudah tampak di kasat mata

tak perlu lagi menggandakan
semua keyakinan untuk sebuah tujuan
dan menghalalkan yang haram
untuk menyatukan langit dan bumi
dalam skala ingatan di mana cinta
harus diletakkan bukan untuk dinistakan

kau akhirnya hanya mengatakan
di luar keaminan. melampaui
sebuah mantra untuk tidak dirapalkan
: "aku percaya!" katamu
di antara napas birahi yang tersisa
tanpa perlu aku mempercayainya


Denpasar 07 10 2016

Sabtu, 17 September 2016

RABIES



Anjing itu masuk lewat jendela
Mengunci lolongannya
Di pintu yang tertutup
Tanpa memberi isyarat jenis kelamin
Sebelum menjilati seisi rumah
Aku mengusirnya dengan erangan

Anjing itu menyelinap pergi
Dengan kaki mengangkang
Menyisakan gigitan di tumit anak

Tapi rabies itu masih tersimpan
Dalam percakapan penuh kecemasan
Dan membiarkan antibiotika
Mengobati semua penyesalan
Sebelun anjing itu tidur dalam setiap impian

Denpasar 17 09 2016

Minggu, 14 Agustus 2016

LUPUT




ada saatnya telapak tangan terbuka
melepas apa yang tergenggam
ada saatnya apa yang diraih
untuk kembali dilepaskan

jika semua tak harus diramalkan
bukan disebabkan garis tangan
untuk disusuri dengan perhitungan
selalu ada yang terabaikan dari ingatan

terlepas atau tergenggam
mungkin memang bukan sebuah pilihan
meskipun semua sudah dipertaruhkan
dan luput dari awal dan akhir tujuan

Denpasar 13 08 2016 - ilustrasi from google

Rabu, 10 Agustus 2016

HABIS MANIS SEPAH DIBUANG



buah bibir yang dulu kau kulum
dalam setiap percakapan
kini tinggal sepah di antara serapah


tak ada lagi yang dapat kau sebutkan
apalagi sebuah nama untuk dikenang
seluruh bayangan tak ubahnya cermin kelam
jika masa lalu adalah bagian tak terpisahkan
tanpa seberkas cahaya pun untuk menepisnya

“itu ilusi!" gumammu setelah malam
kau lepaskan semua keperempuanku
seperti seonggok daging di ranjang

tanpa denyut dan membusuk dalam keheningan
kesepian pun menyengat pada sisa napasku
tapi tak juga terumbar dari celah bibirmu kata maaf
mungkin aku khilaf memahami puncak desahmu
ketika mendengar pekikanmu yang tertahan

(ternyata hanya kepak sayap keluang di luar sana... )
dan aku teronggok seperti sampah di sudut malam


Denpasar 08 08 2016