Rabu, 23 Maret 2016

JALUR SUTRA


di balik kulit ras yang mengelupas
di antara kain sutra dan minyak zaitun
peradaban tumpah dan mengalirkan sejarah
tapi mengapa bisikan-bisikan liar itu
menghembuskan kebencian
haruskah menenun kembali setiap ikatan
dari cawan anggur darah hanya untuk bersulang


jalur sutra itu kini tinggal sebuah lagenda
dari sebuah perjalanan panjang yang terputus
hanya menyisakan jejak-jejak kaum musafir
dengan tiang-tiang pancang dari sebuah daratan
di mana setiap batas menjadi sebuah koloni
hanya untuk memasung setiap keyakinan
sebagai sebuah peradaban baru dalam kepompong
tanpa pernah meretasnya menjadi kupu-kupu

lalu di mana lagi jazirah musim bunga tempat bersemi
dapat dihirup seluruh anak bangsa di luar warna kulit
kecuali melepuhkan dengan pengingkaran
setelah setiap ayat diaminkan sebagai perumpamaan
tanpa dapat menentukan sebuah pilihan
dan setiap perempuan menyalin setiap harapan
hanya dari ujung gaun yang dikenakan

maka kini biarkan serbuk sari bunga itu dihembuskan
keseluruh penjuru mata angin, meskipun
tanpa sayap kupu-kupu di sepanjang jalur sutra
tempat peradaban itu berawal dan berakhir
bukan lagi hanya untuk kaum musafir


Denpasar, 05 02 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar