ketika embun masih berada di ubun-ubun kepala
dan sisa kantuk masih mengerjab di pelupuk mata
aku telah menanak seluruh waktu dan menyeduhnya
sebelum matahari menyiangi dinding rumah
memetakan bayangan ketambunanmu di sana
hanya untuk menyetubuhi keperempuananku
dengan seluruh umpatan dari kemandulanmu
sebagai seorang lelaki dari golongan kaum kasim
sedangkan aku terus kau biarkan dengan ketelanjanganku
mengangkangi kekosongan yang kau tinggalkan
hingga membuatku mengerangkan kesendirian
dan aku biarkan semua tulang-tulang rusukku patah
terpanggang terik yang hanya dapat kubasuh
dengan keringat dan airmata dari setiap titik pori-pori
hanya untuk bertahan dari kekalahan tetapi tetap saja
kau menistakannya sebagai perempuan sundal
yang bertulang punggung di mana sumsumnya kau hisap
dan nikmati sepanjang tahun hingga mengering
menjadi padang tandus yang terbuka oleh setiap ilusi
jika setiap helai rambut kelaminku dapat kau cabut
untuk membayar dan melunasi seluruh hasratmu
tapi jangan kau salahkan aku, jika aku tumbuh
menjadi bunga batu seperti kaktus berduri
di mana bau matahari menyetubuhiku sepanjang hari
dan perlahan-lahan membakar setiap percikan ludahmu
untuk kembali kau jilat sendiri dari apa yang pernah
kau najiskan dari keperempuananku
tak dapat lagi kau sentuh dengan telunjukmu
karena aku telah berdiri di sana
di luar perbatasan kesabaran yang telah kubangun
dari setiap butir batu yang pernah kau lemparkan
dan kelak menjadi sebuah bunga karang
yang tak akan pernah bergeming dari keyakinan
Denpasar 01102014 -ilustrasi : google