hujan telah senja tak lagi berwana jingga
perempuan itu kuyup oleh peta di wajahnya
seluruh garis waktu telah dilaluinya
telah dikunyahnya selembar daun sirih
tempolongnya penuh sisa-sisa ludah tradisi
perempuan itu dengan tubuh patah-patah
meliukkan setiap gerak kisah sebuah legenda
dengan napas leluhur yang tersengal-sengal
di antara lirikan mata yang mengabur
dari sebuah panggung yang tak lagi terbuka
sesekali perempuan itu mengulas senyumnya
di bibirnya yang menebal dan pecah
oleh suara lengkingan yang parau
memanggil anak-anak tradisi di luar panggung
tapi tak pernah lagi berpaling
hujan telah senja mendudukkan perempuan itu
di sudut rumahnya melihat tempolongnya
mengambang di antara genangan air yang mengalir
tanpa pernah dapat meraihnya kembali
perempuan itu kuyup oleh peta di wajahnya
seluruh garis waktu telah dilaluinya
telah dikunyahnya selembar daun sirih
tempolongnya penuh sisa-sisa ludah tradisi
perempuan itu dengan tubuh patah-patah
meliukkan setiap gerak kisah sebuah legenda
dengan napas leluhur yang tersengal-sengal
di antara lirikan mata yang mengabur
dari sebuah panggung yang tak lagi terbuka
sesekali perempuan itu mengulas senyumnya
di bibirnya yang menebal dan pecah
oleh suara lengkingan yang parau
memanggil anak-anak tradisi di luar panggung
tapi tak pernah lagi berpaling
hujan telah senja mendudukkan perempuan itu
di sudut rumahnya melihat tempolongnya
mengambang di antara genangan air yang mengalir
tanpa pernah dapat meraihnya kembali
Denpasar14042014- ilustrasi: google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar