Minggu, 05 Mei 2013

Dusta Dalam Doa





haruskah aku terus berkisah tentang
sebuah rumah yang tak bertiang tak beratap
dimanakah aku harus berteduh dan berpegang
pada saat matahari terik badai hujan datang

haruskah aku membiarkan diriku terbakar
dan membiarkan sekujur tubuhku kuyup
hingga aku harus menempuh hidup
dengan kecemasan yang menghanguskan
seluruh impian sebagai harapan
atau menempuh seluruh kebimbangan
dengan ketidakpastian yang menghanyutkan

setiap impian yang kuerangkan pada malam hari
dengan doa yang kubisikkan dengan nafas mantera
seringkali membuatku terjaga dini hari
sebelum seluruh impainku usai dan menjadi nyata

tak bolehkah sekali waktu aku terjaga
pada saat matahari terbit dari timur
dan menjamahku dengan kehangatan sinarnya

tak bolehkah pada saat aku melangkah
di sebuah dunia yang nyata
aku dapat merasakan kesejukan embun
berkilau di pucuk-pucuk dedaunan
agar dapat membasuh hatiku

tak bolehkah aku mendengar kisah
tentang burung-burung dengan kicaunya
menempuh perjalanan melintasi garis cakrawala
dengan penuh suka cita

jika aku tak boleh lagi berkisah
lalu haruskah aku menjadi pendusta
hingga aku dapat dipercaya
jika impianku bukan hanya igauan semata
dan bukan kulafalkan dalam doa
tetapi dalam bahasa puisi tanpa makna


Dps0605 2013-ilustrasi:google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar